Mungkin Anda akan terkagum-kagum saat menonton “127 Hours”, sebuah film yang diangkat dari kisah nyata tentang seorang laki-laki petualang bernama Aron Ralston, yang terjebak di sebuah celah sempit di suatu ngarai atau tebing bernama Blue John Canyon. Tangan kanannya terjepit batu seberat 800 pound (kurang lebih dua setengah ton) yang membuatnya tak bisa ke mana-mana. Bayangkan jika Anda yang mengalami hal itu.
Hari Sabtu, April 2003, Aron Ralston berencana untuk menghabiskan hari dengan mengendarai sepeda gunung dan mendaki batu-batu merah dan pasir di luar Taman Nasional Canyonlands di Utah tenggara. Ralston adalah seorang sarjana teknik dan musik yang berasal dari Aspen Colorado, dan pernah bekerja selama lima tahun di intel.
Mengenakan T-shirt, celana pendek dan membawa ransel ia berencana untuk melakukan ‘Canyoneering’ jauh ke ngarai Blue John Canyon. Ranselnya berisi dua burrito (makanan khas Meksiko), satu liter air, alat multi fungsi tapi imitasi bermerek Leatherman, alat P3K, kamera video, kamera digital dan peralatan panjat tebing. Dia tidak membawa jaket. Canyoneering adalah melakukan perjalanan ke ngarai dengan menggunakan berbagai skill : berjalan, mendaki, memanjat tebing dengan menggunakan berbagai peralatan. Canyoneering yang dilakukan Ralston adalah melewati lembah yang bercelah sempit.
Ralston berada 150 meter di atas puncak dinding vertikal Blue John Canyon. Dia melakukan manuvernya untuk mencapai bagian atas sebuah batu besar yang terselip di antara dinding ngarai sempit. Dia mulai memanjat permukaan batu dan rasanya sangat stabil ketika ia berdiri di atas. Ketika ia mulai turun di sisi yang berlawanan, batu seberat 800-pound (kurang lebih dua setengah ton) itu tiba-tiba bergeser, menjepit lengan kanannya – ia terjebak.
Berbagai cara telah dilakukan Aron Ralston untuk memindahkan batu itu. Dia mencoba tali, jangkar, dan berbagai alat yang ada, tapi tak ada satu pun yang berhasil menggeser batu itu. Berjam-jam jam dia berjuang untuk membebaskan dirinya dari batu tanpa hasil yang positif. Di malam hari temperaturnya turun, Ralston masih bekerja untuk membebaskan dirinya sendiri. Minggu dan Senin berlalu, tapi ia masih terjebak. Sinar matahari sampai di lantai ngarai sempit hanya untuk waktu yang sangat singkat waktu setiap hari. Dia kehabisan makanan dan air pada hari Selasa.
Pada hari Rabu, Ralston mulai menghirup air seni yang telah ia simpan di hari sebelumnya. Dia mengeluarkan video kamera dan merekam pesan terakhir berisi selamat tinggal kepada orang tuanya. Dia lalu mengukir namanya, tanggal lahir, dan apa yang dia yakin adalah hari terakhirnya di bumi ke dinding ngarai. Di atasnya dia mengukir RIP.
Pada Kamis pagi, Ralston melihat suatu visi (penampakan?) yaitu seorang anak 3 tahun berlari lalu dibawa oleh seorang pria yang hanya memiliki sebuah lengan. Dia mengerti visi itu bahwa anak itu akan menjadi anak di masa depannya dan dia memutuskan untuk melakukan tindakan yang segera agar hidupnya bisa bertahan. Jika ia tidak menyelamatkan dirinya sekarang, dia tidak akan memiliki kekuatan fisik yang tersisa untuk melakukannya nanti. Akhirnya dia mengambil keputusan yang dramatis : memotong tangannya sendiri!
Ralston siap untuk mengamputasi lengan kanan di bawah siku dengan menggunakan pisau multi fungsinya. Menyadari bahwa pisau itu tidak cukup tajam untuk memotong tulang lengan ia menekan tangannya melawan batu dan mematahkan tulangnya. Pertama ia mematahkan tulang radius, yang menghubungkan siku dengan jempol. Dalam beberapa menit ia memecahkan ulna, tulang di bagian luar lengan bawah. Selanjutnya ia menerapkan tourniquet yaitu membebat atau mengikat erat lengannya. Dia menggunakan pisau untuk mengamputasi lengan kanan di bawah siku. Seluruh prosedur dibutuhkan kurang lebih satu jam.
Ralston memberikan pertolongan pertama untuk dirinya sendiri dari kit kecil di ransel. Ia menancapkan jangkar dengan tali di tempat itu. Ia kemudian mendaki 5 mil ke hilir Horseshoe Canyon yang berdekatan, di mana ia bertemu dengan keluarga wisatawan dari Belanda yang sedang berlibur.
Pasangan Belanda Eric dan Monique Meijer dan putra mereka, Andy, mulai keluar dari ngarai ketika mendengar suara di belakang “Tolong, saya butuh bantuan”. Pasangan itu segera menyadari bahwa dia pasti seorang pendaki yang hilang seperti keterangan dari petugas sehari sebelumnya..
Ralston berjalan cepat menuju pasangan ini dengan lengannya yang digantung di sling buatan sendiri dan ia berbicara dengan jelas: “Halo, nama saya Aron, saya jatuh dari tebing pada hari Sabtu dan saya terjebak di bawah batu besar. Saya memotong tangan saya empat jam yang lalu dan saya memerlukan pertolongan medis. Saya butuh helikopter “.
Istri dan anak Eric mencoba untuk keluar lebih dulu dari ngarai secepat mungkin untuk mendapatkan bantuan. Eric bersama dengan Aron untuk memberikan dia makanan, air dan dukungan mental. Meskipun kehilangan darah, Ralston tetap mampu berjalan tapi pasir di dalam sepatunya mulai mengganggu dia. Dia berhenti sejenak di tempat yang teduh untuk menghilangkkan pasir dalam sepatunya lalu melanjutkan perjalannnya lagi.
Tiba-tiba awak pesawat melihat dua orang di Horseshoe Canyon melambai. Ini adalah istrinya Eric dan anaknya dan mereka memberikan sinyal ke arah helikopter dan menunjuk ke arah korban. Awak pesawat merespon dengan cepat dan mendarat di tempat yang luas di lembah dekat Ralston. Kru pesawat terkejut saat melihat – lapisan darah kering dan segar tubuhnya – dan lengan yang hilang. Ralston menyandarkan kepalanya kembali helikopter dan menghirup air. Vetere mengajaknya ngobrol, sehingga dia tidak akan kehilangan kesadaran. Dua belas menit kemudian, helikopter tiba di Allen Memorial Hospital di Moab, Utah. Ralston masuk ke ruang gawat darurat tanpa bantuan, kemudian menunjuk pada peta di mana dia telah terjebak.
Para penyelamat heran Ralston tetap hidup. Sebuah helikopter kemungkinan besar tidak akan menemukannya karena posisinya di celah lembah yang dalam dan sempit. Aron Ralston memiliki semangat luar biasa untuk hidup, dia tidak pernah menyerah dan akhirnya dia selamat.
Kisah Aron Ralston ini merupakan hasil searching saya di Google dan artikel di http://cumfire.wordpress.com/2011/01/22/aron-ralston-kisah-pendaki-gunung-yang-mengamputasi-tangannya-sendiri/
9 komentar:
Damn...! Gila. Butuh ekstra keberanian untuk melakukan itu. Termasuk keberanian untuk menatap masa depannya. Itu resiko seorang pendaki gunung. Apalagi seorang diri.
@turunkan nurdin, bener sob.... suatu keputusan yg sangat sulit....
membayangkannya ngeri banget, rasa sakit sudah tidak diperdulikan karena adanya harapan untuk hidup...
hhmm bener-bener gilaaa... ah cari filmnya dulu hehe
@omiyan, coba aj deh sob nonton filmnya, tp buat yg takut liat darah jangan deh.... :)
pingin liat juga filmnya.
@cyntia, silakan silakan.... ga sulit kok nyari filmnya :)
ya ampyun....bikin merinding jadinya...pengen tahu filmnya seperti apa..:D
@funnie, kalo ditonton jd makin merinding lo.... hihi....
linu gan bayangi kita potong tangan serem :( kalau ane milih mati aja udah :(
Posting Komentar